Minggu, 01 Maret 2009

PENDEKATAN KONSTRUKTIFISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PENGURANGAN BILANGAN.BULAT Oleh : Agus Heriyanto, M.Pd.

PENDEKATAN KONSTRUKTIFISME

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

TENTANG PENGURANGAN BILANGAN.BULAT

Oleh : Agus Heriyanto, M.Pd.


A. Latar Belakang

Salah satu penyebab Matematika sebagai pelajaran yang sulit diterima oleh siswa adalah tidak adanya kesesuaian antara kemampuan dasar siswa dengan cara penyajian materi. Umumnya guru menganggap bahwa materi/konsep dasar materi prasyarat matematika di tingkat sebelumnya sudah dianggap dikuasai. Padahal kenyataannya banyak terjadi khususnya di tingkat SMP Kelas VII , operasi bilangan bulat sederhana saja banyak siswa yang belum terampil. Lantas menjadi dilematis bagi seorang guru apakah tetap menyajikan materi SMP atau melakukan remidi secara klasikal materi yang seharusnya sudah dikuasai di tingkat SD untuk materi tertentu agar supaya dapat melanjutkan pada konsep berikutnya.

Hasil penelitian Solichan Abdullah: 2002, kenyataan di lapangan yang tak dapat dipungkiri adalah banyak siswa belum menguasai suatu materi yang dibahas, namun guru telah berpindah mengajarkan suatu materi yang dibahas. Keadaan seperti ini berkelanjutan sehingga siswa yang belum menguasai materi, tertinggal makin jauh dalam pelajaran Matematika, apalagi kemudian siswa tersebut naik kelas, yang hal ini menjadi tantangan yang lebih berat bagi guru di tingkat berikutnya. Proses demikian ini menjadi akumulatif sejak siswa di Sekolah Dasar hingga di Sekolah Menengah bahkan sampai di kelas IX yang dipersiapkan untuk mengikuti Ujian Nasional.

Menjadi pertanyaan apakah nilai raport / Nilai UAS ketika digunakan mendaftar siswa baru dan keputusan naik kelas bias representattif / mewakili kemampuan siswa untuk siap menerima konsep berikutnya kenyataannya banyak dari kita masih meragukan. Terlepas dari mencari “kambing hitam” karena kita menyadari banyak factor yang mempengaruhi, namun di depan kita tantangan ke depan untuk melaksanakan sistem pembelajaran tuntas dan memutus problem akumulatif agar siswa siap menerima konsep berikutnya.

SMP Negeri 1 Tegalampel dalam pelaksanaan dalam Ujian Nasional Tahun 2007/2008 khususnya pada Mata Pelajaran Matematika hasilnya masih jauh dari seperti yang diharapkan. Upaya kongkrit sekolah untuk mempersiapkan Ujian Nasional Tahun 2008/2009 telah diawali dengan terbentuknya Tim Penelitian dan Pengembangan Sekolah. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Tes Diagnosis prasyarat pengetahuan/keterampilan Mata Pelajaran Ujian Nasional bagi kelas IX sebelum awal Tahun Pelajaran. Yaitu melakukan identifikasi terhadap siswa tentang kemampuan konsep prasyarat Matpel UAN serta untuk pemetaan kelas.

Hasil Tes Diagnogsis Matematika terdapat satu kelas tertinggal dengan jumlah 50 siswa belum menguasai konsep Operasi Bilangan Bulat dan umumnya siswa belum terampil pada operasi pengurangan. Bentuk-bentuk kesalahan konsep yang sering terjadi pada kompetensi Dasar melakukan operasi aljabar dan menguraikan bentuk aljabar kedalam factor-faktornya , misal soal berikut :

a. 5 – 7 =

b. –5- 7 =

c. 5 – (-7) =

d. –5-(-7) =

e. -5xy – 7x – 6xy – 7x =

f. Hasil Pengurangan (3a – 5) dari (4a – 8a + 8) adalah

Dari contoh soal di atas banyak siswa dalam tes dianogsis yang salah menjawab . Penyebab kesalahan ini adalah siswa kurang memahami konsep, sifat komutatif, sifat distributive pada operasi bilangan sehingga dampaknya adalah siswa belum siap menerima konsep baru berikutnya di kelas IX.

Mengingat setiap kompetensi dasar yang disajikan dalam Matematika itu selalu berkesinambungan, maka peneliti ingin menindaklanjuti hasil diagnogsis tersebut dalam pembelajaran dengan mengadakan penelitian yang berjudul: “Pendekatan Konstruktifisme dalam pembelajaran Matematika tentang PenguranganBilangan.Bulat”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengajar dengan pendekatan Konstruktifisme dalam pembelajaran Matematika tentang Pengurangan Bilangan Bulat?

2. Bagaimana hasil belajar siswa dengan pendekatan Konstruktifisme dalam pembelajaran Matematika tentang Pengurangan Bilangan Bulat?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini agar dapat:

1. Menerapkan pendekatan Konstruktifisme dalam pembelajaran Matematika tentang Pengurangan Bilangan Bulat.

2. Siswa memiliki konsep dasar yang menjadi prasyarat untuk

menerima konsep berikutnya dalam pembelajaran Matematika

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:

1. Sebagai informasi bagi guru guna peningkatan hasil belajar siswa setlah guru mengetahui kesalahan konsep yang dialami siswa, khususnya pengurangan bilangan bulat.

2. Sebagai alternative untuk memilih pendekatan dalam pembelajaran Matematika.

3. Bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut.


E. Asumsi Penelitian
Asumsi dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil tes sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
2. Kesalahan-kesalahan siswa sebagai indicator kesalahan konsep.
3. Siswa mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah.

F. Tinjauan Teoritis

1. Pandangan belajar menurut teori konstruktivisme

Konstruksivisme memandang ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak selalu mulus (trial and error). Ilmu pengetahuan bukanlah seperangkat fakta yang siap diambil dan diingat, tapi harus dikonstruksi melalui proses dan yang lebih diutamakan adalah proses dari pada hasil. Peserta didik harus membangun pengetahuan dalam benaknya. Esensi teori konstruktifisme adalah ide bahwa peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi itu menjadi miliknya sendiri. Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).

Nurhadidan Prima (1999) pendekatan konstruktifisme bekerja dimulai dengan masalah (sering muncul, dari peserta didik sendiri) dan selanjutnya guru membantu menyelesaikan bagaimana menemukan langkah-langkah memecahkan masalah tersebut. Mulyasa (2002) mempertegas bahwa focus pendekatan konstruktifisme bukan pada rasionalitas, melainkan pada pemahaman. Inilah alasan utama mengapa konstruktifisme dengan cepat dapat menggantikan teori perkembangan kognitif sebagai dasar dalam penelitian dan praktek pendidikan.

Menurut filsafat konstruktivis berpikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berpikir yang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomen baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain (Suparno, 1997).

2. Langkah Pembelajaran Konstruktivisme

Pendekatan Konstruktifisme dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

a. Activiting Knowledge

Yaitu pengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki. Struktur pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa akan menjadi dasar sentuhan untuk mempelajari konsep baru. Struktur tersebut perlu dibangkitkan atau dibangun sebelum informasi baru diberikan.

b. Acquiring knowledge

Proses perolehan pengetahuan baru dilakukan secara keseluruhan, tidak dalam paket-paket terpisah.

c. Understanding knowledge

Dalam memahami pengetahuan siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru dengan sharing, revisi dan pengembangan.

d. Applying knowledge

Siswa memerlukan waktu untuk memperluas struktur pengetahuannya dengan cara menggunakan secara outentik melalui problem solving.

e. Reflekting knowledge

Jika pengetahuan sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas, maka pengetahuan itu harus didekontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.

3. HASIL PEMBELAJARAN

Hasil belajar (learning outcomes) yang diartikan sebagai perolehan siswasetelah menyelesaikan suatu unit pelajaran (Gagne; 1988). Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa sajian suatu unit pelajaran yang kita susun akan mampu membawa siswauntuk memahami suatu pengetahuan atau keterampilan tertentu . Umumnya teori pembelajaran menunjuk pada tiga komponen utama pembelajaran yaitu : tujuan, kegiatan belajar dan tes. Tujuan menyatakan apa yang akan dipelajari; kegiatan belajar merupakan rangkaian kegiatan - kegiatan yang harus diikuti siswauntuk memahami tujuan; dan tes merupakan kegiatan untuk melihat seberapa jauh tingkat pemahaman siswa.

Sebagaimana teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Gagne Brigis, dan Component Display Teory (CDT) oleh Merril merupakan penggabungan teori belajar mengajar yang berlandaskan hanya berkaitan dengan ranah kognitif. CDT mengklasifikasikan tujuan pembelajaran berdasarkan dua dimensi keluaran belajar, yaitu;

a. Menurut tipe isi (fakta, konsep, prosedur dan prinsip).

b. Menurut tingkat unjuk kerja yang diharapkan (mengingat,

menggunakan, menemukan )

Mengingat meliputi tiga yaitu :

a. Mencamkan , yaitu menangkap dan menerima pesan . pesan

b. Menyimpan pesan - pesan

c. Mereproduksi pesan-pesan

Dalam hal mengingat, seseorang sering mengalami kesulitan yang disebabkan karena adanya hambatan ingatan atau belajar akibat masuknya bahan - bahan yang terdahulu. Jadi pesan - pesan yang terdahulu mengganggu usaha reproduksi pesan - pesan yang lebih baru. Usaha memperjelas struktur dalam mengingat dapat dilakukan dengan jalan membuat ikhtisar, rangkuman, singkatan , penggolongan secara ritme (untuk nada suara) dan penggolongan secara kategoris yang bermakna (untuk bilangan dan penghitungan matematis) (Wasty Soernanto, 1978)

Hasil belajar yang diamati dalam pengembangan teori deskriptif adalah hasil belajar yang nyata (actual vulcolnes). . Dalam teori pernbelarjaran deskriptif ini , berisi tentang hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat digunakannya metode tertentu di bawah kondisi tertentu, sedangkan hasil pembelajaran dalam pengembangan teori deskriptif adalah hasil pembelajaran yang diinginkan (desired oulcornes) yang ditetapkan terlebih dahulu. Hasil belajar yang berhubungan dengan penelitian ini adalah hasil pembelajaran yang diamati dalam pengembangan teori deskriptif,. Reigulth (1983) dan Merril (1978) mengatakan, bahwa hasil pembelajaran berhubungan dengan variabel kondisi pembelajaran dan variabel metode pembelajaran.

Dalarn arti bahwa suatu metode pembelajaran harus memperhatikan kondisi pembelajaran yang ada, baik itu berupa karakteristik siswa, karakteristik bidang studi maupun kelengkapan sumber belajar. Kondisi pembelajaran yang ada harus dijadikan pijakan dasar dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Demiikian pula hasil belajar yang diinginkan akan dipengaruhi dan sangat ditentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Dengan dapat disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara kondisi pembelajaran, metode pembelajaran dan hasil pembelajaran,

4. Belajar Matematika

Ausebel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki (Hudoyo, 1990). Dalam teori belajar Robert M. Gagne yang diungkapkan Ruseffendi (1988) dikatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif termahadap matematika dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah sebagai berikut:
1. Fakta
Contoh fakta ialah angka/lambang bilangan, sudut, ruas garis, simbol dan notasi.
2. Ketrampilan
Ketrampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Misalnya melakuka pembagian cara cepat, membagi bilangan dengan pecahan, menjumlahkan pecahan dan sebagainya.
3. Konsep
Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda (obyek) ke dalam contoh.
4. Aturan
Aturan ialah obyek yang paling abstrak, yang dapat berupa sifat, dalil dan teori.


Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang. Karena matematika merupakan ide-ide yang abstrak yang diberi simbol-simbol maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu akan mempengaruhi proses belajar materi selanjutnya. Sebagai contoh, untuk dapat memahami arti perkalian siswa harus memahami terlabih dahulu apa itu penjumlahan, karena itu penjumlahan harus dipelajari lebih dahulu dari perkalian. Dengan demikian apabila belajar matematika yang terputus-putus akan menganggu terjadinya proses belajar, karena itu proses belajar matematika akan lancar jika dilakukan secara kontinyu.
Dalam proses belajar matematika terjadi proses berfikir. Seseorang dikatakan berfikir bila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berfikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dalam proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk kegiatanmengajarnya.


5. METODOLOGI PENELITIAN


A. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Pemilihan jenis PTK karena peneliti terlibat langsung dan sudah merupakan tugas peneliti sebagai pendidik yang harus selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan kajian tentang situasi sosial dan pandangan untuk meningkatkan mutu tindakan yang ada di dalamnya.Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk memberikan pertimbangan praktis dalam situasi nyata (Elliot dalam Wahyudi, 1997)
Dalam penelitian ini prosedur penelitian dimulai dengan siklus I setelah dilaksanakan tes awal. Hasil tes awal diteliti dan diketahui kesulitasn siswa dalam memahami konsep Pengurangan Bilangan Bulat . Penelitian ini akan mengungkap persoalan yang terjadi dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivistik sampai dengan siklus III.


B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Tegalampel . Lokasi ini dipilih berdasarkan tempat tugas peneliti yang diberi tugas sebagai Tim Penelitian dan Pengembangan Sekolah dan mengajar Jam Intensif Mata Pelajaran Matematika dalam rangka persiapan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2008/2009.

C. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:


a. Siklus I
1. Melakukan observasi tentang permasalahan-permasalahan yang

sedang terjadi dan mengkaji penyelesaiannya.
2. Merancang Rencana Pembelajaran (RP) pada Kompetensi Dasar

Operasi Aljabar Pengurangan Bilangan Bulat dengan pendekatan

Konstruktivistik

3. Melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan pendekatan

Konstruktivistik
4. Mengadakan evaluasi pertama sebagai pengumpulan data.
5. Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah

diberikan.


b. Siklus II
1. Merancang Rencana Pembelajaran (RP)

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
3. Mengadakan evaluasi kedua sebagai penjaring data.
4. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pembelajaran

yang telah diberikan.


c. Siklus III
1. Merancang Rencana Pembelajaran (RP)

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran

3. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan yang telah

dilaksanakan.

Teknik Analisa Hasil Penelitian

Data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik statistic sederhana dengan menggunakan analisa diskriptif. Analisa diskriptif adalah model analisa dengan membandingkan rata-rata prosentasenya serta kenaikan rata-rata pada tiap-tiap siklus.


6. PELAKSANAAN

Siklus I :

1. Kegiatan Pembelajaran diawali dengan pengembalian hasil tes diagnostic kepada masing-masing siswa yang sudah dinilai.

2. Masing-masing siswa merekapitulasi soal dan jawaban yang salah di lembar terpisah. Hal ini dilakukan tujuannya adalah agar siswa mengetahui kesulitan belajarnya sendiri sebagaimana Nurhadidan Prima (1999) pendekatan konstruktifisme bekerja dimulai dengan masalah (sering muncul, dari peserta didik sendiri) dan selanjutnya guru membantu menyelesaikan bagaimana menemukan langkah-langkah memecahkan masalah tersebut.

3. Setelah masing-masing siswa mengetahui masalahnya , peneliti menjelaskan konsep-konsep pengurangan bilangan bulat : a – b =

4. Peneliti melakukan Activiting Knowledge, pengaktifan pengetahuan yang sudah dimiliki sebagai prasyarat untuk bias menerima konsep baru tentang pengurangan bilangan bulat, yaitu Penjumlahan Bilangan Bulat : Contoh : (a) 5 + 7 ; (b) –5+7 ; (c) 5 + (-7) ; (d) –5 + (-7) ; pengelompokan suku sejenis

5. Peneliti menjelaskan salah satu cara/langkah untuk memecahkan menyelesaikan pengurangan bilangan bulat dengan cara mengubah pengurangan menjadi penjumlahan (pengurang diganti lawannya) : a – b = a + (-b)

6. Proses Acquiring Knowledge , konsep secara sistematis antara penjumlahan dan pengurangan dijelaskan kepada siswa agar siswa memahami bahwa pengetahuan/konsep baru dan konsep yang lalu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah-pisah dan merupakan satu keseluruhan.

7. Selanjutnya siswa mengkoreksi kembali hasil tes diagnogsis yang salah dan memperbaiki dengan konsep yang baru yang dijelaskan peneliti . Dan selanjutnya masing-masing siswa menulis penyebab kesalahannya : antara lain : Salah Konsep , Salah menjumlah/ mengurangi, belum menguasai konsep prasyarat (penjumlahan bilangan bulat) atau salah mengelompokkan suku sejenis.

8. Proses Understanding Knowledge dalam upaya agar siswa menyelidiki semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru, peneliti melakukan sharing antar siswa yang terbentuk 5 kelompok masing-masing menyelidiki konsep dengan bantuan garis bilangan yang sudah disediakan peneliti. (Alat Peraga Penggaris Bilangan yang tertera bilangan Positif, Nol dan Negatif). Masing-masing kelompok anggotanya sharing tentang kesalahan dan memperbaiki dengan konsep baru dengan bantuan penggaris bilangan bulat.

9. Kegiatan berikutnya setiap siswa menyelesaikan soal-soal yang diberikan peneliti yang ada kaitannya dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Seperti Pengukuran Suhu, aritmetika sosial (laba dan rugi) dan lainnya. Hal ini siswa diberi kesempatan memperluas struktur pengetahuannya dalam bentuk Applying Knowledge.

10. Selanjutnya adalah evalusi dengan jumlah 10 soal tentang pengurangan bilangan bulat dan operasi penjumlahan dan pengurangan suku-suku sejenis. Dari hasil evaluasi ini didapatkan data hasil siklus I.

11. Pemberian tugas untuk untuk siklus II

Hasil Analisa Siklus I

Banyaknya siswa seluruhnya = 25 siswa
Banyaknya siswa yang tuntas belajar = 17 siswa
Prosentase banyaknya siswa yang tuntas = 68%

Pembelajaran yang dilakukan belum berhasil sebab prosentase siswa yang tuntas belajar baru mencapai 68% dari jumlah siswa kelas tertinggal . Suatu kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar paling sedikit 85% dari jumlah siswa dalam kelas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran belum berhasil dan perlu ditinjau kembali untuk tahap pembelajaran berikutnya.

Refleksi

Penyebab kegiatan pembelajaran belum berhasil , antara lain :

1. Siswa belum terbiasa diskusi per kelompok, suasana gaduh tidak terarah.

2. Siswa belum mampu menulis penyebab kesalahan hasil tes diagnosis.

3. Kurangnya alat Bantu Penggaris Bilangan Bulat di masing-masing kelompok .

Siklus II

Pada siklus ke-dua peneliti lebih meningkatkan kegiatan pembelajaran dari apa yang telah dilakukan pada siklus I dengan sub pokok bahasan yang berbeda .

Pengembangan adalah pada :

1. Siswa diberi penjelasan tata cara diskusi kelompok /sharing agar efektif dan efisien serta tidak gaduh.

2. Siswa diberi penjelasan cara mengidentifikasi kesalahan jawaban pada hasil tes diagnostic

3. Setiap siswa mendapatkannya alat Bantu Penggaris bilangan bulat .

Hasil Analisa Siklus I I

Banyaknya siswa seluruhnya = 25 siswa
Banyaknya siswa yang tuntas belajar = 20 siswa
Prosentase banyaknya siswa yang tuntas = 80%

Pembelajaran yang dilakukan masih belum optimal meskipun terdapat peningkatan, Prosentase ketuntasan belum mencapai 85%. . Suatu kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar paling sedikit 85% dari jumlah siswa dalam kelas tersebut.

Refleksi

Pengelompokan secara acak bagi anggota kelompok diskusi menyebabkan beberapa kelompok diskusi tidak seimbang dalam siswa melakukan sharing.

Siklus III

Pada siklus ketiga peneliti mengubah anggota kelompok seimbang dalam arti setiap kelompok masing-masing memiliki anggota yang kemampuan lebih dari siswa yang lain dan dapat memimpin serta mengendalikan acara diskusi/sharing.

Hasil Analisa Siklus III

Banyaknya siswa seluruhnya = 25 siswa
Banyaknya siswa yang tuntas belajar = 23 siswa
Prosentase banyaknya siswa yang tuntas = 92%

Pembelajaran yang dilakukan sudah berhasil meskipun masih ada 2 siswa yang tidak tuntas . Prosentase ketuntasan 92% . Suatu kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar paling sedikit 85% dari jumlah siswa dalam kelas tersebut. Penyebab 2 siswa tidak tuntas perlu pengkajian tersendiri / kajian personal.

Hasil Analisa dari keseluruhan siklus adalah sebagai berikut :

a. Rata-rata nilai post tes siklus I : 68%

b. Rata-rata nilai post tes siklus II : 80% (naik 18% dari siklus I)

c. Rata-rata nilai post tes siklus III : 92% (naik 15% dari siklus II)

d. Untuk nilai < 85 antara siklus I hingga siklus III mengalami

penurunan 16%

e. Untuk nilai ³85 antara siklus I dan siklus II mengalami peningkatan

8%

f. Keaktifan siswa dalam pembelajaran dan sharing/diskusi

mengalami kenaikan 16% aktif, 20% cukup aktif ( 3 siswa masih

pasif)

Simpulan

Berdasarkan kegiatan 3 siklus dalam menerapkan pembelajaran Konstruktifisme pada Mata Pelajaran Matematika Khususnya Operasi Bilangan Bulat dan soal pengembangannya maka dapat disimpulkan:

1. Cara pembelajaran konstruktifisme diawali dengan kemampuan siswa mengidentifikasi permasalahannya sendiri. Prinsip-prinsip yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) guru sekadar membantu penyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus

2. Metode Pembelajaran konstruktifisme terbukti lebih efektif dalam upaya meminimalisir kesulitan belajar siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Referensi :

Nurhadi , Effective Teacher Proffesional Development for The Implementation of PMR, Dissertation, Eischehed, UoT,2002,

Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern, Tarsito, Bandung,1980

Solichan A, Suputar Dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal Gentengkali, Surabaya ,2002

Suparno, ,Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Kanisius, Yogayakarta, 1997.

Tasman, Penelitian Tindakan Kelas (PTK) , Tarsito, Bandung, 2005

Biografi singkat penulis

-Staf Pengajar Universitas Bondowoso 2004-sekarang

-Magister Pendidikan Teknologi Pembelajaran Universitas Adi Buana Surabaya

-Guru Pamong SMP Terbuka , 2002 - 2006

-Mengajar Matematika Program Intensif Persiapan UAN SMP Tahun 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya