Minggu, 01 Maret 2009

MEMBANGUN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA SEBAGAI POST CAPITALIST ECONOMY Drs. Abd. Salam, SH, M.Hum

MEMBANGUN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA

SEBAGAI POST CAPITALIST ECONOMY

Drs. Abd. Salam, SH, M.Hum

Decade 1990-an keatas serig dikatakan sebagai era globalisasi (the age ofglobalization).Dekade ini globalisasi menjadi fenomena terpenting dan mencorakkan dunia menjadi sebuah planet yang tidak bersekat (borderless). Era ini ditandai dengan semakin menyatunya negara-negaradi dunia, sehingga batas-batas negara dalam artian ekonomi ,keuangan,investasi suberdaya dan informasi semakin kabur.Lalulintas ,jasa,uang dan modal antara satu negara dengan negara lain semakin bebas.Kegiatan ekonomi tidak tidak lagi terbatasioleh giografis ,bahasa ,budaya dan idiologi politik sebuah negara.

Kecenderungan yang demikian ini ditimbulkan oleh adaya dua hal ; pertama kemajuan dibidang teknologi ,informasi dan komunikasi .Hal tersebut memungkinkan terjadiya perpindahan informasi dalamwaktu yang sangat cepat ,melalui informasi super high way yang dapat merubah pola bisnis dunia. Kedua liberalisasi perdagangan.Ide dasar liberalisasi perdagangan sudah adasejak abad ke 17,berasal dari ekonom klasik (Adam Smith ,David Rikardo ,John Stuart Mill dan lain-lain ). Dasar pemikiran mereka adalah dengan spesialisasi (yang arah spesialisasinya pada usaha yang memiliki keunggulan ,maka kesejahteraan negara (dunia) akan meningkat (trade is an angine of growth).

Globalisasi ekonomi adalah anak sah kapitalisme yang sebelumnya telah banyak di keritik oleh berbagai kalangan .Sebagai gantinya ditemukan sistem ekonomi Islam sebagai sistem post capitalist .

Puncak Kejayaan Ekonomi Kapitalis.

Cerita globalisasi bermula dari krisis ekonomi di awal 1970-an .Seperti dipridiksikan ,fordisme dan kebijakan Keynesian melewati masa emasya ,berubah menjadi inflasi , penumpukan prodeksi ,pengangguran dan menurunya infestasi di negara-negara berkembang .Menjawab krisis ekomomi tersebut Amerika Serikat dan Inggris mengkampanyekan bringing the mrket back in. Fordisme digantikan sistem produksi Post- Fordisme yang lebih menekankan fleksibelitas ,economies of scope ,sistematisasi produksi dan sistem kerja self em ployment.Kebijakan Keynesian digantikan oleh model ekonomi neo-liberal yang anti intervensi negara ,pro-deregulasi dan menghendaki perdagangan bebas.Sehingga globalisasi ekonomi sering di sebut pasar bebas atau liberalisasi perdagangan. Usaha-usaha itu dimulai tahun 1947 di ginewa (Swiss) mencetuskan GATT (General Agreementof Tariffs and Trade), yaitu suatu forum perundingan untuk pengurangan hambatan-hambatan perdagangan. Perundingan-perundingan berjalan terus (sering diistilahkan putaran) telah dilakukan berkali kali diantaranya di Uruguai tahun 1986 yang menyetujui perdagangan bebas tidak haya di bidang barang tapi juga jasa.Selanjutnya forum GATT dalam forum perundingan di Marakesh (Maroko) tanggal 14 April 1994 diganti dengan WTO sejumlah kesepakatan regionalpun disusun dan disepakati untuk mengkondisikan negara negara di kawasan tertentu agar siap dengan ide WTO tersebut. Misalnya negara negara Asean (termasuk Indonesia) telah melakukan kerjasama AFTA dengan negara negara Asia Pasifik lainnya menjalin kerjasama Ekonomi (APEC), semua ini merupakan langkah menuju ke arah globalisasi ekonomi 2020.

Kerjasama APEC dimulai dengan pembicaraan antar mentri ekonomi Asia-Pasific di Australia tahun 1989 sampai tahun 1992. Pada tahun 1993 , Presiden Bill Clinton (USA) mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Blake Island (USA) dan menghasilkan suatu komitmen anggota APERC untuk mendukung putaran Uruguay (GATT) tentang perdagangan bebas .Hasil pertemuan ini adalah visi ke depan tentang perdagangan bebas.Pertemuan selanjutnya di lakukan di Bogor (Indonesia ) tahun 1994 yang menghasilkan deklarasi ,yaitu tekat bersama untuk meletakkan landasan tercapainya visi tersebut di atas.

Sasaran jangka panjang yang hendak di capai adalah liberalisasi perdagangan infestasi di kawasan Asia –Pasific. Tindak lanjut dari hasil ini kemudian di rumuskan dalam pertemuan di Osaka (Jepang) yang merupakan agenda aksi yakni langkah langkah kongkrit prinsip-prinsip yang di setujui APEC yang meliputi peningkatan kerja sama ekonomi dalam bidang perdagangan dan infestasi ,agar tercapai perdagangan yang terbuka.

Kritik Terhadap Globalisasi Ekonomi

Tidak semua orang setuju dengan globalisasi ekonomi. Nopember tahun 2001 ,saat berlangsungnya pertemuan tingkat tinggi WTO ,di kota Seatly ,Amerika Serikat rusuh akibat demonstrasi aktifis anti globalisasi. Serangkaian demonstrsi selalu menghampiri konfrensi tingkat tinggi (KTT) negara-negara ekonomi maju seperti pada pertemuan G-8 di Scotlandia beberapa waktu lalu.Sejumlah akademisi juga melontarkan kritik terhadap ide globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan pasar modal ,seperti Joseph E.Stinglis ,K.Rogoff ,E.Prasad ,dan lain –lain.

Alasan bagi penolakan globalisasi bermacam macam ,yang jelas mereka menuduh globalisasi tidak demokratis , merusak lingkungan , mengurangi pekerjaan ,menimbulkan pengangguran ,dan menghambat kenaikan gaji . Perusahaan multi nasional asing yang merupakan ujung tombak implementasi globalisasi mereka anggap perampok dan secara umum merusak ekonomi nasional.

Lebih satu abat yang lalu ,Karl Max dan freiderick Angels meramalkan tentang keniscayaan terjadinya globalisasi ekonomi. Mereka berpendapat ,ada paradoks dari globalisasi berupa kuatnya dan tak tertahankannya proses globalisasi di satu pihak dan di pihak lain adaya kerawanan (Fragility). Menurut mereka ,paradoks inilah yang menjadi tantangan terbasar dalam abat baru ini. Mau tak mau ,siap atau tidak siap ,globalisasi akan melanda seluruh dunia seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi dan informasi.

Seperti di duga ,globalisasi ekonomi melahirkan diparitas dan kesenjangan global. Perbedaan sosial semakin menajam dan terpolasisi ketika yang kaya bertambah kaya sedangkan yang miskin bertambah melarat.Selain itu kadar ekploitasi juga meningkat pesat globalisasi ekonomi menciptakan individualisasi proses produksi ketika kontribusi buruh dihitung sendiri-sendiri berdasarkan kontrak individual. Akibatya , kekuatan buruh untuk melawan kondisi kerja yang buruk secara kolektif menjadi berkurang ,sehingga akibatya muncul berbagai macam gerakan ketidak puasan terhadap kebijakan globalisasi.

Globalisasi juga dihujat ,karma ditinjau dari pendekatan struktur ekonomi politik internasional ,yang terjadi sebenarnya tidaklah global ,tetapi ketidak seimbangan special sebagaimana ditujukan oleh konsentrasi kegiaan ekonomi didalam triad region (Amerika Utara ,Eropa Barat dan Asia Timur ) ,sedangkan kawasan lainnya tetap saja terbelakang dan bahkan cenderung semakin termarginalisasikan dari proses penciptaan kemakmuran.

Menggagas Ekonomi Islam sebagai Post Capitalisme Conomy

Sebagaimana disinggung di muka ,globalisasi dan liberalisasi perdagangan merupakan ide ekonomi kapitalis dan mendapat dukungan dari negara-negara ekonomi besar dan lembaga- lembaga ekonomi internasional. Secara keilmuan ,ide ini berasal dari ilmu ekonomi klasik yang di plopori oleh Adams Smith ,David Rcardo dan lain –lain dari pemikir Neo-Clasic .yang mereka sebut ilmu ekonomi adalah logika sistem kapitalis yang mereka pahami.Sejak saat itu para ekonom terus mengembangkan apa yang sekarang disebut sebagai ‘’ilmu ‘’ekonomi yang sebenarnya lebih cocok di sebut sebagai ilmu kapitalisme.Yang mereka sebut ekonomi adalah dunia modal (capital) ,dimana modal dapat membatasi dunia pada logika dan hubungan sosial yang dibangunnya,Dengan logika seperti ini ,tugas-tugas kehalifahan manusia teruduksi pada pelayanan terhadap modal dan para pemiliknya.

Berbagai kritikan terhadap kapitalisme dan globalisasi sebagai derivasinya seharusnya juga ditujukan kepada ilmu ekonomi yang melatarinya .Globalisasi dan liberalisasi ekonomi merupakan buah dan logika ‘’ilmu kapitalisme’’ yang dibangun atas logika pemuasan pribadi (self-interest)dan positivistic.Sudah banyak kritikan yang dilontarkan kepada logika ini terutama dari pemikiran ekonomi Islam belakangan ini.

Pemikiran sosialis tidak mampu menahan gerak laju gelombang perekonomian kapitalis. Beberapa negara yang mengusung ekonomi sosialis mengalami kegagalan sebelum menunjukkan keberhasilan. Negara-negara Eropa timur dan bekas pecahan Uni Soviet justru mengadopsi sistem perekonomian kapitalis.

Harapan muncul dari sistem dari ekonomi Islam dan produk-produk perekonomian turunannya. Meski telah mempunyai akar sejarah pemikiran Islam klasik ,pemikiran dan ilmu ekonomi Islam relative masih baru. Meski demikian ,dari aspek teoritis dan konseptual ,para ekonomi Islam terus menyumbangkan teori-teori ekonomi Islam yang digali dari sumber-sumber agama Islam (AL-Qur-an dan As-Sunnah).

Beberapa lembaga pendidikan tinggi di barat telah memiliki pusat kajian ekonomi Islam. Mereka juga menawarkan pendidikan setingkat master dan doctor.Di negara-negara Muslim sendiri perkembangan ini cukup menggembirakan.Lembaga Perbankan dan keuangan Islam turus berkembang dan mulai menunjukkan posisi tawarannya. Meskipun share perbankan Islam baru sekitar 1,17 % dari industri perbankan dunia (sekitar USS 252 milyard dari USS 21.607 milyard asset industri perbankan dunia) ,namun pertumbuhannya cukup cepat mencapai 20% pertahun pada priode 2002-2004

Beberpa Catatan Agenda Aksi Global

Terlepas dari perkembangan tersebut, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan.

Pertama, Perlu adanya sinergi antara teori-teori ekonomi Islam dengan praktek perekonomian di dunia perbankan dan keuangan Islam.Jangan sampai dalam prakteknya ,lembaga perbankan dan keuangan Islam menjadi kepanjangan tangan perekonomian kapitalis atau tidak jauh berbeda dengan praktek lembaga keuangan konvensional yang sebenarnya dikritik oleh teori ekonomi Islam itu sendiri.

Kedua , semangat penerapan sistem perekonomian Islam tidak dapat dipisahkan dari pembangunan mnusia yang Islami pula.Pengembangan sistem ekonomi Islam harus berjalan sinergi dengan pembangunan manusia islami.Praktek keuangan dan bisnis ‘’berlabel’’ Islam dapat terjerumus ke dalam praktek konvensional yang kapitalistik jika mengalpakan pembangunan sumber daya yang menjalankan prinsip –prinsip ajaran Islam.

Ketiga, sistem perekonomian Islam sangat membutuhkan dukungan dari berbagai kalangan terutama dari pemerintah di negara-negara muslim. Permasalahannya adalah sebagian besar negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim masih terjebak dalamsistem perekonomian kapitalis global, terjerat oleh utang yang belum tampak titik terang kapan dapat terbebas. Beberpa negara telah menganut sistem perbankan Islam seperti Pakistan,Iran, dan Sudan, tetapi hasil yang dicapai belum cukup menggembirakan.Di negara –negara muslim lainnya, meskipun sudah banyak kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian Islam ,namun dirasa masih kurang . Di Indonesia misalnya, peranan pemerintah dalam mendorong maju perekonomian Islam masih belum cukup. Zakat,Infaq dan shadaqoh yang di yakini sebagai lembaga yang dapat meratakan distribusi pendapatan , masih belum di jadikan sebagai salah satu instrument delam kebijakan fiscal negara , pengurasannyapun belum sepenuhnya masuk wilayah negara.

Keempat, kerja sama negara-negara Muslim masih perlu ditingkatkan.Permasalahannya ,pada saat ini kerjasama ekonomi antar negara-negara Muslim masih tergolong rendah.Hal ini dikarnakan masalah politik masih menjadi panglima dalam membangun kerjasama ,selain ad stikma ketertinggalan negara-negara Muslim dibidang tehnologi dan ekonomi. Oleh karma itu untuk mengatasi kendala ini tentu tidak mudah, karma kerjasama sesama negara Muslim di pandang kurang menguntungkan di banding dengan negara-negara barat.

Prospek Sistem Ekonomi Islam Di Indonesia

Dalam kasus di Indonesia,meskipun perkembangan industri prbankan dan keuangan syari’ah terus meningkat,dukungan yang lebih besar dari pemerintah sangat di harapkan,agar perekonomian syari’ah dapat terus berkembang sesui yang di harapkan.salah satunya adalah penerbitan atau konvrsi Surat Utang Negara (SUN) yang sesui dengan syari’ah.Hal ini yang sangat di harapkan oleh industri perbankan dan keuangan syari’ah (asuransi,reksadana syari’ah dll).karma merupakan alternative investasi serta serta sebagai benchmark yield to maturity bagi obligasi syari’ah korporasi.

Selain itu ada beberapa manfaat obligasi negara syari’ah ini. Pertama, bagi pemerinta akan memperoleh sumberdana baru karna di samping investor yang ingin mengkonversikan,juga ada investor baru yang tertarik membeli obligasi negara syari’ah.

Kedua, obligasi negara syari’ah akan dapat mengembangkan industri perbankan dan keuangan syari’ah karna adaya alternative investasi yang menarik dan aman.

Ketiga, kepercayaan diri lembaga keuangan syari’ah akan semakin meningkat dan investor syari’ah dari negara lain akan tertarik melakukan investasi di sektor ini. Pada gilirannya Islamic financial marketpun akan semakin berkembang dan bergairah.

Selain itu penggunaan dinar emas sebagai alat transaksi juga perlu di dorong terus. Penggunaan dinar emas dalam transaksi internasional antar negara-negara muslim akan mengurangi ketergantungan negara-negara tersebut,terutama terhadap dolar AS yang terbukti sangat rentan exchange risk.Sistem pembayaran emas juga di harapkan akan mengurangi spekulasi mata uang dan ketidak pastian yang sering timbiul karna anjloknya nilai mata uang local terhadap mata uang besar dunia tersebut.

Pengunaan dinar emas dalam transaksi internasional juga akan meningkatkan posisi tawar negara-negara muslim terhadap dominasi Amerika dan negara-negara ekonomi maju lainnya.Kuatnya dominasi ekonomi negara-negara tersebut tidak terlepas dari kuatnya posisi tawar mata uang mereka.Who control the currency control the economy and who control economy control the world.

Salah satu penyakit ekonomi sosial yang paling akut di tanah air kita adlah tidak seimbangnya penguasaan asset ekonomi antar para pelakunya sehingga bila dilukiskan hamper seperti piramida terbalik,golongan kecil menguasai sebagian besar asset sementara golongan besar (masyarakat umum) dan penguasa kecil micro) menguasai bagian kecil kekayaan.

Tulisan ini mengemukakan beberapa wisdom ekonomi syari’ah yang di harapkan dapat membarikan hikmah untuk mengembalikan ekonomi kearah yang lebih berkeadilan atau dalam kata lain ekonomi yang belah ketupat,kecil diatas dan bawah serta besar di tengah. Artinya sedikit yang miskin sekali dan sedikit yang kaya sekali tetapibesar yang menengah. Hal ini antara lain melalui revitalisasi keadilan ekonomi, menghilangkan high cost economy dan mendorong budaya good corporate governance, mengkampanyekan hidup yang bersahaja serta memperkokoh ekonomi kejamaahan.

Revitalisasi Keadilan Ekonomi

Belakangan ini kita biasa menyaksikan antrian rakyatmnganbil dan konpensasi kenaikan BBM. Pemerintah menyalurkan supsidi tunai lngsung (STL) sebesar5,6 triliun rupiah untuk keluarga miskin.Masing-masing keluarga miskin mendapat dana supsidi sebesar 100 ribu rupiah perbulan. Terlepas dari kesemrawutan penyalurannya,jumlah dana tersebut tentu dirasa tidak seimbang dengan beban yang di pikul masyarakat akibat kenaikan BBM. Terlebih lagi jumlah rakyat miskin bertambah banyak akibat kenaikan BBM itu sendiri.

Hal ini tentu menggugah rasa keadilan kita semua dan mempertanyakan kembali bagaimana perekonomian negara itu seharusnya di kelolah. Islam melatih kita untuk selalu peka dan berpihak kepada rakyat kebanyakan yang kurang diuntungkan dari segi ekonomi (dluafa’). Kebutuhan dasar (maslahah dharuriyah) mereka haruslah terjamin dan terpenuhi sebelum melangkah kepada masalah pendukung dan komplementer (maslahah tahshiniyah). Perekonomian negara seharusnya juga diprioritaskan pada pemenuhan basic needs ini karna perekonomian sulit bergerak kalau kebutuhan itu belum terpenuhi. Atau,yang terjadi adalah perekonomian bergelembung (bubble economy) yang kelihatan besar namun sangat rapuh.

Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak harus dengan memberikan subsidi, karna Islam mengajarkan bahwa Allah lebih menyukai hamba-Nya yang makan dari hasil usahanya sendiri. Di sinilah peranan pemerintah untuk membantu mereka agar lahan perekonomian rakyat di sehatkan,sehingga mereka dapat berupaya dengan kekuatan mereka sendiri. Pemberian subsidi tunai langsung dalam waktu yang lama akan berdampak pada budaya negative,antara lain melahirkan sifat ketergantungan,kemalasan sehingga kemiskinan itu sendiri tidak berhasil dituntaskan.

Menghilangkan Penyakit Ekonomi

Islam menyaruh kita untuk hanya mengkonsumsi yang halal dan yang baik (halaalan thayyiban). Ketika berpuasa,kita di larang makan dan minum di siang hari, meskipun makanan dan minuman itu merupakan barang yang halal dan baik. Hikmah di balik ini adalah untuk hal-hal yang halal dan baik saja kita di anjurkan untuk menahan diri, apa lagi untuk hal-hal yang di larang seperti praktek-praktek transaksi yang melibatkan riba (interest),gharar (uncertainty),dan maysir (speculation), risywah (suap), tadlis (asymmetric in information).

Masi segar dalam ingatan kita tentang sekandal Enron,Worldcom,Merck dan beberapa perusahaan raksasa Amerika lainya yang gulung tikar akibat ketidakjujuran dalam lapoaran keuangan. Banyak kalangan tidak menyangka bahwa sekandal Enron mematahkan postulat too big to fail (sesuatu perusahaan yang besar sulit sekali untuk runtuh).Berlarut-larutnya persoalan ekonomi yang di hadapi oleh bangsa ini antara lain juga di sebabkan oleh ketidak amanahan para pengelolah negara.

Persoalan ekonomiyang di hadapi bangsa ini dan perekonomian dunia ketiga pada umumnya tidak terlepas dari hal-hal sebagai tersebut diatas. Dalam hal perekonomian yang melibatkan riba misalnya, utang negara ini sudah mencapi 190 miliar dollar AS, utang total Indonesia sudah melebihi produk domestic bruto (PDB) yang di tahun 2004 tumbuh menjadi 182 miliar dollar AS. Jumlah utang itu sendiri dari utang luar negeri pemerintah (78,7 miliar dollar AS),utang luar negeri BUMN (4,8 miliar dollar AS), utang luar negeri swasta (45,5 miliar dollar AS), dan utang dalam negeri pemerintah kira-kira 60 miliar dollar AS.

Dengan hutang sebanyak itu,pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri dan dalam negeri memakan hampir separuh dari semua penerimaan pajak pemerintah Indonesia. Akibatnya, dana yang di gunakan untuk pembangunan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat tidak pernah cukup. Pada gilirannya bangsa ini sulit sekali keluar dari jeratan utang dan harus terus menerus berusaha melobi negara-negara maju untuk menjadwal ulang pembayaran utang atau mengucurkan utang baru untuk menutupi utang lama sehingga lobangnya semakin membesar saja.

Penyakit lainnya dalam perekonomian adalah keterlibatan unsure spekulasi. Aksi para spekulan di pasar valuta asing diyakini turut memberikan kontribusi terhadap terjadinya krisis di akhir 1990-an. Disamping itu,daya tarik spekulasi menyebabkan tersendatnya penyaluran dana ke sector riil. Menurut sebuah penelitian,pada tahun 1975, sekitar 805 transaksi di pasar valas melibatkan aktifitas bisnis di sector riil. Sisanya 20 % adalah bersifat spekulatif. Pada saat sekarang ini justru berbalik tidak alang kepalang, transaksi di pasar valas yang melibatkan sector riil hanya sebesar 2,5 % dan selebihnya 97,5 % adalah transaksi spekulatif. Hal ini menunjukkan bahwa uang lebih banyak di manfaatkan untuk spekulasi ketimbang untuk pembiyaan sector riil. Ekonomi yang fitrah, memandang uang sebagai alat transaksi dan dana yang terkumpul seharusnya di salurkan untuk pembiyaan sector riil dan bukan untuk tujuan-tujuan spekulatif. Macetya perekonomian suatu negara antara lain dikarenakan oleh tidak bergeraknya sector riil dan hanya memfokuskan diri pada sector moneter.

Ekonomi yang fitrah adalah juga ekonomi yang bebas dari unsure suap (risywah) dan tadlis (penipuan). Suap erat kaitannya dengan korupsi yang menggerogoti keuangan negara dan menumpulkan sector hokum. Sementara tadlis dapat menimbulkan moral hazard dan adverse selection yang sampai sekarang tetap menjadi persoalan utama di sector keungan dan perbankan berupa kridit macet (non performing loan) dan rendahnya loan to deposit ratio. Akibatnya,perekonomin tidak dapat bergerak kearah yang menggembirakan.

Bersahaja Dalam Konsumsi

Kebijakan ekonomi lainnya yang di ajarkan oleh Islam adalah kesederhanaan dalam pola konsumsi.Pola konsumsi yang di ajarkan oleh Rasulullah adalah pola konsumsi yang mampu mengendalikan keinginan (want) dan hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan (need) untuk keslamatan manusia itu sendiri. Hal tersebut sangat berbeda dengan pola ekonomi konvensional yang didasarkan pada dasar rasionalisme dan utilitarianisme yang membentuk sikap dan prilaku ekonomi hedonistic-materialistis dan boros (isyraf). Prilaku pelaku rasionalisme ekonomi konvensional menitik beratkan pada” kepentingan pribadi” dan cenderung individualistic-eksploitatif sehingga sering mengabaikan keseimbangan dan keharmonisan sosial.

Islam melarang prilaku konsumtif untuk memenuhi segala keinginan seseorang,karna pada dasar nya manusia memiliki kecenderungan untuk memperturutkan hawa nafsunya. (nafs ammarah bi-al-ssu’). Islam mengajarkan manusia untuk dapat mengendalikan dan mengarahkan/ mengatur keinginan hawa-nafsunya sehingga dapat membawa kemanfaatan (maslahah) dan bukan mencari kepuasan (utility) yang pada akhirnya menjurus pada kerugian (mudharat) bagi dirinya dan masyarakat pad umumnya.

Konsep utility atau mencari kepuasan sangat berbeda dengan konsep mashlahah yang menjadi tujuan dalam konsumsi yang Islami. Konsep utility bersifat sangat subyektif karena bertolak dari pemenuhan keinginan (want) yang bersifat subyektif, sedangkan konsep mashlahah relative lebih obyektif, karena bertolak dari pemenuhan kebutuhan (need). Islam mengajarkan bahwa perekonomian seharusnya disusun untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi eksploitsi terhadap pemenuhan “keinginan” yang sangat subyektif dan cenderung tidak terbatas

Islam mengajarkan bahwa keinginan dan kebutuhan manusia seharusnya dikendalikan oleh mereka masing-masing agar tidak terjadi konsentrasi kekayaan pada segelintir kalangan (duulatan bainal aghniya’) ajaran tersebut.

Disamping itu, Islam juga mengajarkan pola konsumsi yang efesien dan tidak berlebih-lebihan karena dengan pola konsumsi yang tidak efesien itu manusia tetap biasa hidup dan sehat. Hal ini seharusnya juga tercermin dalam pola konsumsi (belanja) negara.Di negara ini, masi sering terdengar ketidakefesienan dalam pengelolaan kekayaan negara. Misalnya, ekonomi biaya tinggi yang merusak iklim infestasi, penggelembungan (mark-up) biaya proyek-proyek, kebocoran anggaran pembangunan dan lain-lain sebagainya

Ekonomi Jama’ah

Hampir semua ibadah dalam Islam di lakukan secara berjamaah terutama shalat dan hajji. Ekonomic wisdom dari hal ini adalah bahwa perekonomian hendaknya juga di bangun berdasarkan azas kekeluargaan dan kerjasama yang saling menguntungkan antar berbagai pihak. UUD 1945 sebenarnya sudah mengamanatkan, bahwa koperasi adalah soko guru sistem perekonomian masyarakat kita. Harus diakui bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang ekonomi telah bayak berpihak kepada ekonomi micro, kecil dan menengah (UMKM) yang mampu menyerap lebih dari 68 juta tenaga kerja. Di samping itu UMKM telah banyak memberikan kontribusi yang cukup besar bagi GDP nasional.terlebih lagi sekitar 98 persen entitas bisnis di Indonesia tergolong usaha kecil. Ekonomi yang fitrah adalah perekonomian yang memiliki keberpihakan terhadap sector ini karena berhubungan langsung dengan rakyat kecil.

Ekonomi fitrah adalah ekonomi yang berlandaskan kebersamaan (jama’ah). Artinya dalam berbisnis harus ada kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat berupa profit-loss sharing di mana masing-masing pihak yang terlibat dalam usaha tersebut dapat memiliki kontribusi dan resiko dalam mencapai keuntungan.

Ekonomi yang fitrah tidak mengakui perolehan keuntungan tanpa menanggung resiko seperti memungut riba dan sebagainya. Kebersamaan dalam perekonomian juga terwujut dalam penyaluran zakat,infaq dan shadaqoh (ZIS). Rasulullah mengajarkan untuk memperbanyak infaq dan shadaqoh di bulan Ramadlan. Hal ini mengajarkan untuk membuat suatu jaringan pengamanan sosial (sosial security net ) melalui dana masyarakat yang terkumpul berupa ZIS. Wallahua’lam.

Penulis:

Ketua Majlis Tarjih PDM Bondowoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya