Minggu, 01 Maret 2009

HUTAN RAKYAT : KONDISI, TREND, PROSPEK DAN MANFAAT Oleh : J. Herman Kusbiantoro*

HUTAN RAKYAT : KONDISI, TREND, PROSPEK DAN MANFAAT

Oleh : J. Herman Kusbiantoro*

Abstrak

Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha yang ditutupi oleh tanaman dari jenis kayu-kayuan atau jenis lainnya.

Menurut Undang-Undang nomer 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang termasuk kedalam hutan rakyat adalah hutan yang statusnya besarnya pada tanah yang dibebani hak atau tanah dan dapat berfungsi lindung, berfungsi produk atau berfungsi konservasi.

Masalah utama kehutanan Indonesia adalah terjadinya degradasi hutan baik yang berada didalam maupun diluar kawasan hutan. Akibat dari degradasi hutan adalah meluasnya lahan kritis dan selanjutnya lahan tersebut tidak mampu lagi berperan sebagai fungsi produksi, bahkan menjadi sumber bencana banjir dan tanah longsor pada musim penghujan serta kekeringan pada musim kemarau.

Namun trend maupun prospek hutan rakyat kedepan cukup baik dan menjanjikan, seiring dengan berkurangnya stok kayu pada hutan alam yang semakin typis. Disamping itu dengan semakin majunya inovasi dibidang seni kebutuhan dan keinginan konsumen semakin beragam.

Disisi lain manfaat pepohonan dan tanaman dari hutan rakyat dapat memberikan rasa nyaman, teduh dan rasa segar pada udara.

Kata kunci : Produksi, Konservasi dan Oksidasi

Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat yang luas minimal 0,25 Ha, dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan atau jenis lainnya, lebih dari 50% atau jumlah tanaman pada tahun pertama minimal 500 tanaman tiap Ha (Keputusan Menhut Nomor. 49/ Kpts II/ 97 tanggal 20 Januari 1997).

Sedangkan menurut Undang- Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yang termasuk kedalam hutan rakyat adalah hutan yang statusnya berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Batasan hutan rakyat tersebut diatas adalah batasan yang bersifat induktif empiris. Artinya jauh sebelum tahun 1999 dimana Undang- Undang kehutanan lahir, hutan rakyat sudah ada lebih dahulu. Batasan tersebut lebih mengacu pada isi, luasan dan status hutan, bukan mengacu pada manfaat, kegunaan bagi rakyat. Sebaliknya hutan rakyat berfungsi lindung, berfungsi produk atau berfungsi konservasi.

Ada tiga hal yang mendorong masyarakat membangun Hutan Rakyat, yaitu:

§ Hutan Rakyat pada umumnya dibangun pada lahan-lahan yang kritis, yang tidak baik untuk Komoditi lain.

§ Kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan yang pada umumnya sangat terbatas/ minim atau pendapatannya dari hasil usaha tani lainnya sangat terbatas/ minim.

§ Masyarakat setempat membutuhkan hasil hutan (kayu bakar, kayu perkakas dan hasil hutan lainnya seperti ketersediaan sumber air, madu, binatang buruan, untuk pertahanan komunitas dari serangan dari musuh atau binatang buas, dan lain-lain).

Dari sudut pandang pemasaran pada hakekatnya hutan rakyat dibangun dari konsep dasar yang melandasi pemasaran yaitu kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan. Manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Ada kebutuhan primer, ada kebutuhan dasar, ada kebutuhan sekunder. Yang perlu dicatat adalah bahwa semua kebutuhan tersebut bukan diciptakan oleh pemasar, semuanya merupakan bagian mendasar manusia yang bersifat alamiah.

Manusia memuaskan kebutuhan mereka dengan produk. Pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup komunitas/masyarakat disekitar hutan dipenuhi dari produk yang berasal dari alam. Karena manusia disekitar hutan hidup dalam suatu komunitas/masyarakat disekitar hutan dipenuhi dari produk yang berasal dari alam. Karena manusia disekitar hutan hidup dalam komunitas lokal atau masyarakat lokal, maka didalam interaksi sosialnya ada aturan main. Nilai-nilai yang tumbuh berkembang dari suatu kesepakatan yang mengacu pada prinsip-prinsip dasar untuk dipatuhi (komitmen). Komitmen tersebut saat ini dikenal dengan sebutan kearifan lokal. Pada hakikatnya nilai dari suatu kearifan lokal adalah adanya kesadaran saling ketergantungan (interdependensi) antara manusia dengan manusia lainnya dan anatara manusia dengan alam lingkungannya, sehingga yang memjaga keberlanjutan hidupnya mereka menjaga harmoni antara kebutuhan hidup untuk kepentingan diri sendiri (self interest) maupun kebutuhan hidup sosial (fellow feeling), dan dengan kemampuan daya dukung lingkungannya. Perkembangan selanjutnya dalam komunitas lokal mulai ada interaksi maupun intervensi dari luar untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga terjadi pertukaran secara barter (barang ditukar dengan barang). Sebagai contoh yang terjadi di hutan pedalaman Kalimantan dan Sumatera adalah kayu, gaharu, rotan ditukar dengan garam, gula, rokok /tembakau, cermin dan lain-lain. Pada akhirnya komunitas atau masyarakat lokal berkembang dengan sistem ekonomi terbuka dan menggunakan uang sebagai alat penukarannya. Disinilah komunitas lokal atau masyarakat lokal terlibat dalam suatu proses pemasaran lokal yang bersifat tradisional. Namun pada perkembangan selanjutnya produk-produk lokal menembus pasar nasional dan regional, bahkan tidak sedikit yang menembus pasar global. Produk-produk hutan rakyat yang menembus pasar global misalnya gaharu, damar matakucing, rotan dan lain-lainnya.

Namun yang perlu dicatat adalah bahwa pada umumnya masih berpegang atau memenuhi nilai kearifan lokal, yaitu menjaga harmoni keseimbangan antara memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kemampuan daya dukung hutannya, sehingga anak cucunya masih bisa menikmati hasil hutannya. Hal ini dapat melihat misalnya seperti hutan rakyat digunung kidul, hutan rakyat di wonogiri maupun kalimantan timur, irian masih terpelihara dengan baik karena komunitas maupun masyarakatnya menyadari arti pentinya manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dan memelihara hutan/secara adil dan berlanjut. Dilingkungan tersebut tidak ada keserakahan, tidak ada keinginan untuk menghabiskan sumberdaya hutan dalam waktu sekejap. Mereka masih berempati pada generasi yang akan datang. Jadi sebenarnya komunitas lokal atau masyarakat disekitar hutan itu sudah berfikir secara global, bertindak secara lokal. Memang ada upaya untuk intervensi pasar yang mencoba mempengaruhi perilaku komunitas/masyarakat lokal untuk memanen produk hutannya sekaligus dengan imbalan uang tanpa memperhatikan kelestarian produknya, terutama hal ini terjadi diluar Jawa pada hutan alam. Orang Asmat tahu bagaimana berburu babi hutan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani tanpa mengganggu pelestarian hutan dan populasinya dengan cara memebatasi perburuan dari jumlah babi yang ditangkap setiap waktu. Orang Rimbo yang berkelana dikawasan taman nasional bukit XII Jambi, memiliki hutan kelam yang mengitari pusat pemukiman yang sengaja dipelihara dan berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan atau pihak lain yang ingin mengeksploitasi sumberdaya hutan, yang disebut hompongan.

Kondisi, trend dan prospek hutan rakyat

Masalah utama kehutanan Indonesia adalah terjadi degradasi setiap tahunnya. Tiap tahun terjadi degradasi hutan besar 1,08 juta Ha baik yang berada didalam maupun luar kawasan hutan. Akibat dari degradasi hutan adalah meluasnya lahan kritis. Lahan tersebut bukan saja tidak mampu lagi berperan sebagai fungsi produksi, bahkan sebaliknya menjadi sumber malapetaka seperti banjir dan tanah longsor dimusim penghujan, kekeringan dimusim kemarau. Kerusakan tersebut sebagaian besar terjadi di hulu yang pada umumnya merupakan Daerah aliran sungai. Kondisi biofisik tersebut pada umumnya dibarengi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sangat terhimpit dengan kemiskinan. Kemiskinan stuctural yang ada pada umumnya terjadi di pulau Jawa adalah pemilikan luas satuan usaha tani, dimana pemilikan tanah petani rata-rata 0,25 Ha, bahkan sebagaian besar mereka berstatus buruh tani, meskipun mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk berusaha tani namun sangat terbatas lahan usaha taninya. Bercocok tanam di lereng yang terjal merupakan hal yang biasa dijumpai. Tindakan ini mungkin terkesan tidak peduli lingkungan, tetapi lahan inilah yang tersedia bagi mereka. Sedangkan kemiskinan sosial yang umumnya terjadi pada masyarakat disekitar hutan luar Jawa, karena pada umumnya pendidikan sangat terbatas. Hal ini sangat mempengaruhi pengetahuan, keterampilan dan kemampuannya. Sehingga meskipun luas lahan usaha tani diluar Jawa mencukupi, faktor pembatasnya adalah keterbatasan tenaga kerja, disamping ada masalah lain yaitu konflik lahan. Sedangkan trend maupun prospek hutan rakyat kedepan cukup baik dan menjanjikan seiring dengan berkurangnya stock kayu pada hutan alam yang semakin tipis. Disamping itu semakin majunya inovasi dibidang teknologi dan berkembang inovasi dibidang seni, kebutuhan dan keinginan konsumen semakin beragam mulai dari produk-produk kayu, non kayu, ekowisata dan jasa lingkungan lainnya.

Manfaat pepohonan dan tanaman

Pertambahan jumlah penduduk, pertambahan jumlah perumahan dan alat transportasi mempunyai konsekuensi logis terhadap peningkatan jumlah polutan (agen pencemar) udara. Kondisi seperti ini tidak kita dikendalikan dengan upaya simultan dan bersama-sama akan semakin parah keadaan lingkungan kita. Khususnya lingkungan perkotaan. Sebagian besar lahan diperkotaan lebih banyak dialih fungsikan menjadi kawasan industri, perdagangan, pemukiman atau prasarana sosial lain.

Tidak semua kota dan kabupaten mempunyai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang layak sebagai agen penyerap polutan kota. Bahkan untuk kabupaten/kota yang berorentasi memacu sektor ekonomi dan industri cenderung mengabaikan kualitas ekologi-lingkungan. Semakin minimnya agen penyerap polutan udara perkotaan seperti pepohonan, tanaman (semak, perdu dan bunga-bungaan) dapat menjadikan sumber terjadinya perubahan iklim mikro disekitarnya. Disamping itu dengan minimnya pepohonan dan tanaman dapat mengakibatkan penurunan kemampuan fiksasi gas-gas beracun seperti karbon monoksida (CO), timbal oksida (PbO2), Chloroflourokarbon (CFC), methan, dsb. Ditambah lagi dengan semakin meningkatnya pemakaian alat penyejuk ruangan seperti air conditioner (AC) dengan gas freonnya yang tidak ramah lingkungan, memompa panas dan debu-debu mendorong peningkatan panas udara serta mengurangi rasa nyaman. Kondisi udara yang panas dan tidak nyaman dapat memacu psikis orang menjadi bringas, stress, mudah marah, dan bertemeramental tinggi.

Agen asing (polutan) udara: PbO2, CO, CFC, dsb. Bila masuk ke organ paru-paru kita, maka tubuh kita akan merespon balik dan bereaksi. Penyakit sekarang yang lazim disebut ISPA (infeksi saluran pernafasan) juga disebabkan oleh deposit polutan yang ada pada saluran nafas. Apalagi deposit timbal oksida (PbO2) jika terakumulasi pada organ paru-paru akan memicu terjangkinya paru-paru.

Semua pertumbuhan berfotosintesa menggunakan klorofil sebagai motor utamanya. Fotosintesis mempunayai dua tahapan pokok yaitu tahapan pertama berupa proses oksidasi/pembakaran air merupakan proses pemindahan elektron disertai pelepasan gas oksigen (O2) sebagai hasil samping. Tahap kedua proses reduksi gas CO2 yang diubah melalui metabolisme menjadi senyawa organik. Lain halnya sebagai proses pembakaran bensin atau kayu bakar maka hasil utamanya adalah gas CO2 atau gas CO. Maka untuk fotosintesis hasil utamanya adalah oksigen (O2) dan senyawa hidrokarbon yang banyak manfaatnya.

Proses oksidasi air dalam pepohonan pada siang hari dengan semakin besar tajuk pohon maka oksigen (O2) akan semakin banyak dikeluarkan. Dengan semakin banyak oksigen maka dapat memberikan rasa nyaman, teduh dan segar udara kita.

Penelitian klasik tempo dulu oleh Joseph Priestley (1771 M) seorang ahli kimia berkebangsaan Inggris menyimpulkan bahwa pepohonan hijau dapat memperharui udara yang kotor akibat pernafasan hewan dan manusia. Pada tahun 1782, Jean Senebier memperlihatkan bahwa adanya gas beracun yang dihasilkan oleh hewan dan tumbuhan pada keadaan gelap, konsentrasi CO2 memacu peningkatan O2 pada keadaan terang. Jadi pada saat itu sudah jelas dari penelitian mereka bahwa pada siang hari disekitar pepohonan dan tumbuhan hijau udara lebih segar.

Dengan banyaknya Ruang Terbuka Hijau (RTH) serta pepohonan di perkotaan akan berpengaruh sangat baik terhadap kesehatan pernafasan kita. Paru-paru kita khususnya dan paru-paru dunia umumnya masih akan bernafas lama dan lestari.

Kesimpulan:

Tiga hal yang mendorong masyarakat membangun hutan rakyat, yaitu.

1. Hutan rakyat pada umumnya dibangun pada lahan-lahan yang kritis,tidak baik untuk komoditi lain.

2. Kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitar hutan pada umumnya sangat terbatas/minim atau pendapatannya dari hasil usaha tani lainnya minim.

3. Masyarakat setempat mambutuhkan hasil hutan (kayu bakar, kayu perkakas dan hasil hutan lainnya).

Strategi dalam pengembangan hutan rakyat yang utama, dengan penyediaan lahan pada kawasan hutan produksi dan tidak produktif untuk dijadikan hutan tanaman rakyat, dan masyarakat disekitar hutan berupaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

Disisi lain manfaat tanaman dari hutan rakyat secara kesehatan mampu menyerap agen asing (palutan) udara yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan dan dari segi lingkungan dapat memberikan rasa nyaman, teduh dan segar pada udara atau yang sekarang lebih dikenal mampu menekan terjadinya pemanasan global.


* Pengajar pada Fak. Pert UNIBO, S2 UWP Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Sastrawijaya,A.T. 1991. pencemaran lingkungan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Soemarwoto, Idjah dkk. 1986. Biologi Umum Jilid I,Ii,Iii. Jakarta : PT. Gramedia.

Rososoedarmo, R.S dkk. 1997. Pengantar Ekologi. Bandung : Remadja Karya.

Usman, R. 1993. Pokok-Pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta : Akademika Pressindo.

Wardono, S.2001. Lingkungan Hidup. Jakarta : Pilar Bambu Kuning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Saya